Selasa, 20 Desember 2011

difusi


DIFUSI
            Difusi adalah suatu penyebaran unsur-unsur fisik maupun non fisik. Diantaranya penyebaran kebudayaan dan manusia. Penyebaran manusia dikaji dalam cabang antropologi yaitu paleoantropologi dan penyebaran kebudayaan dikaji dalam cabang ilmu antropologi yaitu somatologi. Kedua ilmu cabang antropologi ini mempelajari tentang penyebaran segala unsur kehidupan atau lebih tepatnya disebut difusi.
PROSES DIFUSI
Penyebaran Manusia. Ilmu Paleoantropologi memperkirakan bahwa manusia terjadi di daerah Sabana tropikal di Afrika Timur, dan sekarang makhluk itu sudah menduduki hampir seluruh permukaan bumi ini. Hal ini dapat diterangkan dengan dengan adanya proses pembiakan dan gerak penyebaran atau migrasi-migrasi yang disertai dengan proses adaptasi fisik dan sosial budaya dari mahluk manusia dalam jangka waktu beratus-rstus ribu tahun lamanya sejak zaman purba.
Penyebaran Unsur-Unsur Kebudayaan. Bersamaan dengan penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok manusia di muka bumi, turut pula tersebar unsur-unsur kebudayaan dan sejarah dari proses penyebaran unsur penyebaran kebudayaan seluruh penjuru dunia yang disebut proses difusi (diffusion). Salah satu bentuk difusi dibawa oleh kelompok-kelompok yang bermigrasi. Namun bisa juga tanpa adanaya migrasi, tetapi karena ada individu-individu yang membawa unsur-unsur kebudayaan itu, dan mereka adalah para pedagang dan pelaut.
TEORI-TEORI DIFUSI KEBUDAYAAN
Gejala persamaan unsur-unsur kebudayaan Ketika cara berpikir mengenai evolusi kebudayaan berkuasa para sarjana menguraikan gejala persamaan itu disebabkan karena tingkat-tingkat yang sama dalam proses evolusi kebudayaan diberbagai tempat dimuka bumi. Sebaliknya ada juga uraian-uraian lain yan mulai tamapak dikalangan ilmu antropologi, terutama waktu cara berpikir mengenai evolusi kebudayaan mulai kehilangan pengaruh, yaitu kira-kira pada akhir abad ke-19. menurut uraian ini, gejala persamaan unsure-unsur kebudayaan diberbagai tempat didunia disebabkan karena persebaran atau ifusi unsur- unsur itu ketempat tadi.Sejarah Persebaran unsure-unsur kebudayaan Manusia Anggapan dasar para sarjana tadi dapat diringkas sebagai berikut:

Kebudayaan manusia itu pada pangkalnya satu, dan disatu tempat yang tertentu, yaitu pada waktu mahlukmanusai baru saja muncul didunia ini. Kemudian kebudayaan induk itu berkembang, menyebar, dan pecah kedalam banyak kebudayaan baru, karena pengaruh keadaan lingkuangn dan waktu. Dalam proses memecah itu bangsa-bangsa pemangku kebudayaan-kebudayaan baru tadi tidak tetep tinggal terpisah. Sepanjang masa dimuka bumi ini senantiasa terjadi gerak perpindahan bangsa-bangsa yang saling berhubungan serta pengaruh mempengaruhi. Tugas terpenting ilmu etnolgi menurut para sarjana tadi ialah antara lain untuk mencari kembali sejarah gerak perpindahan bangsa-bangsa itu, proses pengaruh-mempengaruhi, serta persebaran kebudayaan manusia dalam jangka waktu beratus- ratus ribu tahun yang lalu mulai saat terjadinya manusai hingga sekarang.

Konsep Kulturkreis dan kulturschieft dari Graebner Methode der ethnologie, prosedur klasifikasi itu berjalan sbb:
1. Qualitats Kriterium seorang peneliti mula-mula harus melihat ditempat-tempat dimana dimuka bumi terdapt unsure-unsur kebudayaan yang sama. Kesadaran akan persamaan itu dicapai dengan alas an pembandingan beberapa ciri-ciri, atau kualitas dari unsur tersebut.
2. Quantitats Kriterium Peneliti harus melihat apakah di A ada unsur-unsur lain yang sama dengn unsur-unsur lain di B dan C. maka alasan pembandingan berupa suatu jumlah banyak dari unsure kebudayaan ditempat tersebut.
3. Kulturkreis Akhirnya peneliti mengolongkan ketiga tempat itu, yaitu A,B,C dimana terdapat ketiga kulturkomplex tadi menjadi satu, seolah-olah memasukkan ketiga tempat diatas peta bumi itu kedalam satu lingkaran.
Mazhab Schimidt Schemidt berpendirian bahwa keyakinan aka nadanay satu Tuhan bukanlah suatu perkembangan yang termuda dalam sejarah kebudayaan manusia. Religi yang bersifat monotheismeitu malahan adalah bentuk yang sangat tua
Teori Difusi Rivers Metode yang oleh Rivers kemudian diuraikan dalam karangan berjudul A Genealogical method of Anthropological Inquiry merupakan suatu metode yang kemudian akan menjadi metode pokok dalam sebagian besar penelitian antropologi yang berdasarkan field work. Apabila seorang peneliti dating kepada suatu masyarakat maka sebagian besar dari bahan keterangannya akan diperolehnya dari para informan, dengan berbagai macam metode wawancara. Dengan demikian seorang peneliti harus mengumpulkan sebanyak mungkin daftar asal-usul individu-individu dalam masyarakat objek penelitiannya itu. Dengan engajukan pertanyaan-pertanyan mengenai kaum kerabat dan nenek moyang para individu tadi sebagai pangkal, seorang peneliti dapat mengembangkan uatu wawancara yang luas sekali, mengenai berbagai macamperistiwa yang menyangkut kaum kerabat dan nenek moyang tadi, dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat konkret.
Teori difusi Smith dan Perry Mereka mengajukan bahwa dalam sejarah kebudayaan dunia pada zaman purbakala pernah terjadi suatu peristiwa difusi yang besar yang berpangkal dimesir, yang bergerak kearah timur dan yang meliputi jarak yang sangat jauh, yaitu kedaerah-daerah disekitar lautan tengah, ke Afrika, India, Indonesia, Polinesia dan Amerika. Teori ini sering disebut HeliolithicTheory.
Ada hal- hal yang menyebabkan migrasi yang lambat dan otomatis, ada pula peristiwa-peristiwa yang cepat dan mendadak. Migrasi yang lambat dan otomatis adalah sejajar dengan perkembangan dari mahluk manusia yang rupa-rupanya selalu memperbanyak jumlahnya sejak masa timbulnya di muka bumi hingga sekarang. Dalam proses evousi serupa itu mahluk manusia seolah-olah selalu memerlukan tempat-tempat yang baru dimuka bumi.
Berdasarkan buku W. Howells, Back of History (1954 : hlm.177, 287, 298), tergambar garis-garis migrasi yang terpenting dari mahluk manusia. Sudah tentu dalam kenyataan jalanya migrasi tidak boleh kita bayangkan sebagai suatu garis lurus yang menghubungkan A, sebagai tempat pangkal, dengan B, tempat yang dituju. Sebagian besar dari kelompok-kelompok manusia dalam zaman purba hidup dari berburu. Walaupun memang tidak mempunyai tempat tinggal tetap, tetapi selalu bergerak dalam batas suatu wilayah berburu yang tetap. Walaupun demikian bila ditinjau dengan jangka waktu yang panjang, suatu kelompok manusia lama-kelamaan akan pindah wilayah juga, karena diwilayah yang lama jumlah manusia sudah trlampau banyak.namun, perpindahan itu berjalan dengan sangat lambat, dan biasanya tanpa disadari orang-orang yang bersangkutan itu sendiri. Suatu migrasi serupa itu sebenarnya tidak harus kita gambarkansebagai suatu garis liris , melainkan garis spiral.
            Migrasi besar dari kelompok-kelombpok manusia yang pindah dari benua asia ke benua amerika pada ahir zaman glasial ke IV, merupakan migrasi yang berjalan dengan sangat lambat, dan agaknya tanpa disadari oleh kelompok-kelompok manusia itu sendiri. Pada daerah perbatasan gletser, atau lapisan es, di asia tengah, kelompok-kelompok manusia berburu binatang es (seperti rusa es, gajah es, beruang es dan sebagainya). Pada ahir zaman glasial ke-IV lapisan-lapisan es dengan lambat, selama beribu-ribu tahun lamanya, mulai pidah ke utara. Dalam waktu yang sedemikian lambatnya hingga tidak disadari, maka seluruh kompleks es,binatang, dan manusia mencapai daerah asia utara. Ada pula diantaranya yang sampai didaerah yang sekarang disebut selat bering, yang ketika itu belum merupakan laut, tetapi suatu daratan sehingga dengan tidak sadar pula manusia telah melalui daerah itu serta menginjak bumi dari suatu benua baru, yaitu amerika. Dengan demikian menurut para sarjana ilmu prehistori, kira-kira 80.000 mahluk manusia unntuk pertama kali mulai mendduduki benua amerika yang sebelumnya masih kosong sama sekali.
            Disamping ada migrasi yang sangat lambat ada pula migrasi yang berlangsung cepat dan mendadak. Misalnya : bencana alam, wabah, perubahan mata pencaharian hidup, peperangan dan juga peristiwa-peristiwa khusus yang semua telah tercatat dalam sejarah seperti perkembangan pelayaran dari bangsa cina di asia timur dan asia tenggara, perkembangan pelayaran bangsa-bangsa arab di asia selatan dan afrika timur, migrasi dari bangsa arab dari asia barat ke afrika utara, perkembangan pelayaran dari bagsa-bangsa eropa ke benua afrika, asia dan amerika, transmigrasi dari kurang lebih 3.000.000 orang sepanyol ke amerika selatan dalam abad ke-16 dan ke-17,transmigrasi dari kira-kira 55.000.000 orang amerika ke amerika utara, tengah, dan selatan, sebagai budak-budak belian dalam abad-abad ke- 18 dan ke- 19, migrasi suku-suku bangsa afrika yang berbahasa bantu dari afrika barat ke afrika timur dan selatan, berbagai migrasi besar dari suku-suku besar bangsa peternak di asia tengah yang dipimpin oleh jenghis khan, berbagai migrasi suku-suku bangsa di kepulauan polinesia dan mikronesia dari satu pulau ke pulau lain, dan masih banyak peristiwa lain.
            Penyebaran unsur-unsur kebudayaan. Bersamaan dengan penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok manusia dimuka bumi, turut pula tersebar unsur-unsur kebudayaan keseluruh penjuru dunia yang disebut proses difusi (diffusion), yang juga merupakan salah satu objek penelitian antropoligi. Salah satu bentuk difusi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari sati tempat ketempat lain dimuka bumi, yang dibawa oleh kelompok-kelompok manusia yang bermigrasi.
            Penyebaran unsur-unsur kebudayaan dapat juga terjadi tanpa ada perpindahan kelompok-kelompok manusia atau bangsa-bangsa dari satutempat ke tempat yang lain. Mereka itu adalah terutama pedagang dan pelaut. Pada zaman penyebaran agama-agama besar, para pendeta agama buddha, para pendeta agama nasrani, dan kaum muslimin mendifusikan berbagai unsur dari kebudayaan.
            Bentuk difusi yang lain lagi dan yang terutama mendapat perhatian ilmu antropologi, adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaaan yang berdasarkan pertemuan-pertemuan antara individu-individu, kelompok-kelompok tetangga, pertemuan ini dapat berlangsung dengan berbagai cara :
1.      hubungan dimana bentukdari kebudayaan tewsebut masing-masing hampir tidak berubah. Hubungan ini yaitu hubungan symbiotic. Ini kita bisa temukan didaerah pedalaman kongo, togo dan kamerun di afrika tengah dan barat.
2.      Bentuk hubungan yang disebabkan karena perdagangan, tetapi dengan akibat yang lebuh jauh dari pada yang terjadi di hubungan symbiotic. Unsur – unsur kebudayaan asing di bawa para pedagang untuk masuk ke dalam kebudayaan penerima dengan tidak disegaja dan tanpa paksaan. Hubungan ini, dengan mengambil istilah dari ilmu sejarah, sering disebut penetration pacifique, artinya pemasukan secasra damai.
Pemasukan secara damai tentu juga ada pada bentuk hubungan yang disebabkan karena usaha dari penyiar agama. Bedanya dengan penetration pacifique oleh para pedagang ialah bahwa pemasukan unsur-unsur asing yang dilakukan oleh para penyiar agama itu berangsung dengan sengaja, dan kadang-kadang dengan paksa.
            Pertemuan antara kebudayaan-kebudayaan yang disebabkan oleh penyiaran agama seringkali juga baru mulai setelah penaklukan baru, apabila suatu daerah sudah ditaklukan dan dibuat aman oleh pemerintah jajahan, maka datanglah para penyiar agama, dan mulailah proses akulturasi yang mengakibatkan dari aktivitas itu.
            Konsep stimulus difussion kadang-kadang juga dipergunakan dalam arti lain yaitu, bahwa ada suatu usur yang dibawa ke dalam suatu kebudayaan lain, dimana unsur itu mendorong (menstimulasi) terjadi unsur-unsur kebudayaan yang dicciptakan sendiri sebagai hal yang baru oleh warga di kebudayaan peneerima, walaupun gagasan asli berasal dari unsur asing tadi.
            Ahirnya kalau kita perhatikan suatu proses difusi tidak hanya dari sudut bergeraknya usur-unsur kebudayaan dari suatu tempat ketempat lain dtetepi terutama sebagai suatu muka bumi saja tetapi terutama sebagai suatu proses dimana unsur-unsur kebudayaan dibawa oleh individu-individu dari kebudayaan lain, maka terbukti tidak bahwa tidak pernah terjadi difusi dari suatu unsur kebudayaan. Unsur – unsur kebudayaan lai biasanya menyebar dalam kompleks-kompleks dalam ilmu antropologi, gabungan dari unsur-unsur kebudayaan yang menyebar antar kebudayaan seperti itu diberi nama kultur kompleks.
REFERENSI  :
Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropolog jilid 1. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. 1971. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
http://social-science/proses-enkulturasi.com

ENKULTURASI


Berbicara tentang enkulturasi kebudayaan berarti membicarakan seluk beluk antropologi yaitu membicarakan tentang kotak-kotak kebudayaan (culture contact). Penelitian terhadap studi enkulturasi di Amerika, bermula dari reaksi terhadap suatu upaya rekonstruksi "memory culture". Kajian enkulturasi kebudayaan berawal dari Inggris, Perancis, dan Belanda untuk memecahkan masalah-masalah praktis di daerah penjajahan; juga faktor utama yang menyebabkan semakin populernya kajian ini. Sementara di Amerika perkembangan pesat dari studi enkulturasi adalah lebih berkaitan dengan berbagai masalah sosial yang timbul sebagai akibat masa depresi ekonomi (malaise).

PENGERTIAN ENKULTURASI

Definisi enkulturasi yang sistematik, pertama kalinya dikemukakan oleh Redfield, Linton dan Herskovits (1936): "Acculturation comprehends these phenomena which result when groups of individuals having different cultures come into continous first-hand contact, with subsequent changes in the original cultural patters of either or both groups".
Menurut Koentjaraningrat proses enkulturasi adalah proses belajar dan menyesuaikan alam pikiran serta sikap terhadap adat istiadat, sistem norma, dan semua peraturan yang terdapat dalam kebudayaan seseorang.
Enkulturasi dalam istilah bahasa indonesia diartikan “pembudayaan”. Dalam bahasa inggris istilah enkulturasi disebut “institutionalization”. Enkulturasi atau pembudayaan adalah proses mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran dan sikap individu dengan sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.

PROSES ENKULTURASI

            Proses Enkulturasi. Dalam proses ini seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-istiadat, sistem norma, serta peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Seorang individu dalam hidupnya juga sering meniru dan membudayakan berbagai macam tindakan setelah perasaan dan nilai budaya yang memberi motivasi akan tindakan meniru itu telah diinternalisasi dalam kepribadiannya.
Anak-anak menghabiskan masa-masa awal kehidupan bersama keluarga dan memperoleh refleksi nilai dan pola perilaku keluarganya. Selanjutnya, kepada mereka ditunjukkan nilai-nilai dan pola-pola perilaku masyarakat. Anak-anak mempelajari norma-norma masyarakat melalui keluarga dan teman-teman bermain. Selain itu, mereka meniru berbagai macam tindakan yang terdapat dalam masyarakat. Kadang-kadang, orang tua mendorong anaknya supaya berperilaku sesuai dengan kehendak masyarakat dengan memberikan pujian dan menghukum mereka bila berperilaku menyimpang.
Seringkali berbagai norma dipelajari seseorang hanya sebagian-sebagian dengan mendengar dari orang lain dalam lingkungan pergaulan pada saat yang berbeda-beda pula. Sebetulnya, norma bukan saja diajarkan di lingkungan keluarga atau dalam pergaulan di masyarakat, tetapi diajarkan di sekolah-sekolah formal.



Imran Manan, PhD, (1989; 9) menyebutkan enkulturasi dalam arti luas, pendidikan termasuk ke dalam proses umum, di mana seseorang anak bertumbuh diinisiasikan ke dalam cara hidup dari masyarakatnya. Pendidikan mencakup setiap proses, kecuali yang bersifat genetic, yang menolong membentuk pikiran, karakter, atau kapasitas fisik seseorang. Proses tersebut berlangsung seumur hidup, karena kita harus mempelajari cara berpikir dan bertindak yang baru dalam perubahan besar dalam hidup kita. Dalam arti sempit pendidikan, adalah penanaman pengetahuan, keterampilan dan sikap pada masing-masing generasi dalam menggunakan pranata-pranata, seperti sekolah-sekolah yang sengaja diciptakan untuk tujuan tersebut. Istilah pendidikan juga berarti disiplin ilmu (termasuk psikologi, sosiologi, sejarah, dan filosofi pendidikan).
Contohnya, orang Indonesia mempelajari aturan adat Indonesia yang menganjurkan orang agar kalau bepergian ke tempat yang jauh, kembalinya membawa oleh-oleh untuk teman, tetangga, atau saudara. Hal ini dapat menumbuhkan rasa persaudaraan dan gotong royong yang merupakan motivasi dari tindakan tersebut, telah sejak lama, ketika ia masih kecil, diinternalisasi dalam kepribadiannya. Dalam rangka proses sosialisasinya itu ia telah belajar cara-cara untuk bergaul dengan tiap individu dalam lingkungan kaum kerabat dan tetangga dekatnya tadi, dan ia telah mengembangkan pola-pola tindakan yang berbeda dalam hal menghadapi mereka masing-masing. Norma sopan santun memberi oleh-oleh tadi dibudayakan berdasarkan ajaran mengenai sopan santun pergaulan langsung dari orang tuanya, dan walaupun ia telah yakin sepenuhnya bahwa adat itu adalah benar dan bermanfaat, namun ada satu dua diantara mereka tidak diberikan oleh-oleh, karena hubungan pergaulanya dengan orang-orang tersebut bukan berwujud pola-pola tindakan serba ramah, melainkan canggung dan kaku.
            Proses enkulturasi ini berlangsung sejak kecil, mulai dari lingkungan kecil (keluarga) ke lingkungan yang lebih besar (masyarakat). Misalnya anak kecil menyesuaikan diri dengan waktu makan dan waktu minum secara teratur, mengenal ibu, ayah, dan anggota-anggota keluarganya, adat, dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam keluarganya, dan seterusnya sampai ke hal-hal di luar lingkup keluarga seperti norma, adat istiadat, serta hasil-hasil budaya masyarakat.
            Dalam masyarakat, anak kecil tersebut belajar membuat alat-alat permainan, belajar membuat alat-alat kebudayaan, belajar memahami unsur-unsur budaya dalam masyarakatnya. Pada mulanya, yang dipelajari tentu hal-hal yang menarik perhatiannya dan yang konkret. Kemudian sesuai dengan perkembangan jiwanya, ia mempelajari unsur-unsur budaya lainnya yang lebih kompleks dan bersifat abstrak.
Seseorang yang mengalami hambatan dalam proses enkulturasi (pembudayaan) akan berakibat kurang baik. Setiap individu yang mengalami hambatan tersebut apabila dihadapkan pada situasi yang berbeda, kelihatan akan canggung dan kaku dalam pergaulan hidupnya. Akibatnya, individu tersebut cenderung untuk menghindari norma-norma dan aturan-aturan dalam masyarakat. Hidupnya penuh konflik dengan orang lain. Individu yang mengalami hal itu disebut deviants.








Belum lama berselang para ahli antropologi kurang memperhatikan faktor deviants ini dalam masyarakat dan kebudayaan yang menjadi objek penelitian mereka. Mereka hanya memperhatikan hal-hal yang bersifat umum saja dalam suatu kebudayaan, ialah apa yang lazim dilakukan oleh sebagian besar dari manusia dalam kebudayaan itu, penyimpangan yang tidak menurut adat yang lazim diabaikan saja. Sekarang banyak ahli antropologi telah mengerti bahwa penyimpangan dari adat yang lazim merupakan suatu faktor yang penting, karena merupakan sumber dari berbagai kejadian masyarakat dan kebudayaan yang positif maupun negatif.
Kejadian masyarakat yang positif adalah perubahan kebudayaan, atau culture change, yang menjelma kedalam perubahan serta pembaruan dalam adat istiadat yang kuno. Kejadian masyarakat yang negatif misalnya adalah berbagai ketegagan masyarakat yang menjelma menjadi permusuhan antar golongan, adanya banyak penyakit jiwa, banyaknya peristiwa bunuh diri dan sebagainya, atau kerusakan masyarakat yang menjelma menjadi kejahatan dan demoralisasi dan sebagainya.

PROSES ENKULTURASI KEBUDAYAAN

Pendidikan di sekolah hanya merupakan salah satu alat enkulturasi - pendidikan yang lain, mencakup keluarga, masyarakat, kelompok sebaya dan media masa masing-masing dengan nilai-nilai dan tujuan-tujuannya sendiri. Demikian pula pendidik mungkin ingin menanamkan kualitas tertentu pada anak-anak, seperti berpikir bersih dan pertimbangan bebas, namun pendidik terbatas kesanggupan untuk berbuat demikian karena kenyataannya badan-badan lain mungkin membentuk anak secara berbeda. Televisi, umpamanya, kadang-kadang berusaha memberi informasi, tetapi kebanyakan TV memberi hiburan, kadang-kadang sensasi, dan secara tetap "menjualkan" melalui insinuasi, penonjolan, dan bujukan.
Conny R. Semiawan (2007) menyebutkan bahwa pendidikan itu merupakan "proses membebaskan diri", di mana insan manusia memperoleh peluang mengaktualisasi diri secara optimal "to become what he is capable of", suatu upaya untuk memberdayakan manusia sesuai kemampuan yang ada padanya dan sesuai pilihannya sendiri. Ini adalah suatu pengembangan kemampuan manusia (human capacity development, HCD). Pernyataan ini menggaris bawahi bahwa pendidikan membantu manusia untuk merubah dan mengembangkan dirinya serta meng-enkulturasi diri bukan meng-diisolasikan diri.
Proses enkulturasi kebudayaan terdapat  beragam pendapat, apakah enkulturasi merupakan; ;continous first-hand contact";   groups of individuals; bagaimanakah hubungan antara enkulturasi dengan konsep perubahan kebudayaan dan defusi; bagaimanakah hubungan antara enkulturasi dan asimilasi; dan a process or a condition. Enkulturasi merupakan proses kebudayaan dan berkaitan dengan "Sistem nilai budaya dalam kebudayaan" dari semua kebudayaan yang ada di dunia.  Kerangka ini telah dikembangkan oleh seorang ahli antropologi, Clyde Kulkckhohn. Sesudah ia meninggal, konsepnya dikembangkan lebih lanjut oleh istrinya Florence Kulkckhohn, yang dengan kerangka itu kemudian melakukan suatu penelitian yang nyata. Uraian tentang konsep itu bersama hasil penelitiannya dimuat dalam sebuah buku berjudul Variations in value Orientation, yang ditulisnya bersama dengan seorang ahli sosiologi bernama F.L. Strodtbeck.






Kerangka Kulkckhohn dapat dilihat pada tabel berikut ini;

Masalah dasar dalam hidup

Orientasi Nilai- budaya
Hakekat hidup
(MH)
Hidup itu buruk
Hidup itu baik
Hidup itu buruk, tetapi manusia wajib berikhtiar supaya hidup itu menjadi baik
Hakekat karya
(MK)
Karya itu untuk nafkah hidup
Karya itu untuk kedudukan, kehormatan, dan sebagainya
Karya itu untuk menambah karya
Persepsi Manusia tentang waktu
(MW)
Orientasi ke masa depan
Orientasi ke masa lalu
Orientasi ke masa depan
Pandangan manusia tentang alam
(MA)
Manusia tunduk kepada alam yang dahsyat
Manusia berusaha menjaga keselarasan dengan alam
Manusia berhasrat menguasai alam
Hakekat hubungan antara manusia dengan sesamanya
(MM)
Orientasi kolateral(horizontal), rasa ketergantungan pada sesamanya (berjiwa gotong royong)
Orientasi vertikal, rasa ketergantungan kepada tokoh-tokoh atasan dan berpangkat
Individualisme menilai tinggi usaha atas kekuatan sendiri

Menurut Koentjaraningrat (1994) bahwa sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi, yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup.



PERBEDAAN ENKULTURASI DENGAN SOSIALIASI
           
Enkultrasi dan sosialisasi tampak berbeda-beda tetapi juga sama. Meskipun caranya berbeda, tujuannya sama, yaitu membentuk seorang manusia menjadi dewasa. Proses sosialisasi seorang individu berlangsung sejak kecil. Mula-mula mengenal dan menyesuaikan diri dengan individu-individu lain dalam lingkungan terkecil (keluarga), kemudian dengan teman-teman sebaya atau sepermainan yang bertetangga dekat, dengan saudara sepupu, sekerabat, dan akhirnya dengan masyarakat luas.
            Perbedaan antara Enkulturasi dan Sosialisasi menurut M.J.Herskovits adalah sebagai berikut :
1. Enculturation (enkulturasi) adalah suatu proses bagi seorang baik secara sadar maupun
    tidak sadar, mempelajari seluruh kebudayaan masyarakat.
2. Socialization (sosialisasi) adalah suatu  proses bagi seorang anak untuk menyesuaikan diri
    dengan norma-norma yang berlaku dalam keluarganya.
Secara singkat perbedaan antara enkulturasi dan sosialisasi adalah dalam enkulturasi seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikirannya dengan lingkungan kebudayaannya, sedangkan sosialisaasi si individu melakukan proses penyesuaian diri dengan lingkungan sosial.





REFERENSI

Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi jilid 1. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. 1971. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

7 LANGKAH MENGHILANGKAN RASA MALU


rasa malu adalah salah satu kondisi dasar antropologis manusia. Dan kondisi itu melekat erat. Bahkan sangat erat sehingga tak jarang orang tak bisa dengan mudah melepaskannya. Butuh lebih dari sekadar kemauan untuk mengatasinya.

Bersikap fleksibel

Salah satu cara mengatasi rasa malu adalah bersikap fleksibel. Bersikap fleksibel berarti Anda harus bisa keluar dari rutinitas atau semacam keharusan bertindak. Yang Anda butuhkan adalah sebuah keberanian. Keberanian untuk bertindak lain. Dan Anda bisa mencobanya dari hal-hal yang kecil dan sederhana. Jika Anda, misalnya, diminta harus menjawab segera setelah ditanya, Anda bisa berbuat lain. Anda bisa memulainya dengan joke atau sapaan akrab. Semacam ada "pendahuluan" singkat sebelum berbicara. "Hmmm... giliran saya, ya?" Fleksibilitas bisa membantu Anda mengatasi ketegangan yang muncul dari dalam diri Anda.

Siapkan diri

Ini salah satu cara terbaik mendepak rasa malu. Jika Anda tak ingin malu di depan banyak orang, siapkan diri. Jika Anda ingin bertemu dengan orang lain, siapkan diri baik-baik. Perhatikan penampilan Anda dan pikirkan apa yang akan Anda lakukan. Jika Anda harus berbicara di depan orang, siapkan diri sebelumnya. Pahami apa yang akan Anda katakan dan buat analisis singkat. Ingat, "A good conversationalist is always prepared with topics of conversation."

Keluar dari diri

Mengapa orang mudah malu? Karena orang terbenam dalam pandangannya tentang dirinya sendiri. Pandangan tentang diri yang selalu "kurang" di depan orang lain. Pandangan tentang diri yang selalu "tak bisa apa-apa" di depan orang lain. Apakah Anda berpikir bahwa orang lain selalu "lebih" daripada Anda? Ingat baik-baik, tak semua orang seperti itu. Selalu ada incommensurability. Sebuah ketakterukuran. Artinya, tak semua orang bisa diukur dengan ukuran yang sama. Masing-masing orang punya partikularitas (kekhasan) masing-masing. Benar bahwa Anda tak hebat berbahasa Inggris. Tapi apakah orang yang hebat berbahasa Inggris itu bisa bernyanyi dengan baik seperti Anda? Belum tentu. Itulah hebatnya Anda.

Sadarlah

Punya impian atau khayalan tak apa-apa. Bahkan kadang-kadang orang perlu berkhayal supaya semangat dan energinya terangsang. Mengapa? Karena gambaran mental tentang sesuatu bisa mempengaruhi sikap dan tindakan orang. Semacam "antisipasi" untuk menghadapi sesuatu. Tapi terbenam dalam khayalan tak wajar. Hei, this is the real world. Face it! Keluarlah dari khayalan dan hadapi reralitas.

Nikmati waktu

Ketergesaan biasanya mudah sekali memperburuk situasi. Keadaan yang seharusnya tenang dan nyaman bisa hancur hanya karena ketergesaan. Dan efeknya bisa sangat jelas. Orang salah tingkah, malu dan tak tahu harus berbuat apa. Salah satu trik sederhana bagaimana supaya Anda tidak malu adalah menikmati waktu. Sederhana bagaimana supaya Anda tidak malu adalah menikmati waktu. Sederhananya, pelan-pelan saja. Jangan terburu-buru. Jika Anda terburu-buru dan jatuh, bukanlah Anda akan malu? Jika Anda terburu-buru berbicara dan ternyata salah, bukankah Anda akan malu?

Fokus

Cara yang paling mudah adalah fokus. Fokus berarti kesadaran Anda penuh pada sesuatu. Jika Anda tak ingin malu karena salah menjawab pertanyaan orang, fokuslah pada pertanyannya. Pada apa yang orang katakan. Jik Anda tak mau malu karena penampilan Anda "kurang", fokuslah pada penampilan Anda ketika Anda sedang mempersiapkan diri. Kancing baju Anda pas? Resleting celana Anda tertutup?

Praktik

Ada sebuah adagium Latin yang indah yang bisa Anda jadikan pegangan. Guta cavat lapidem non vi sed saepe cadendo. Titik air melubangi batu bukan karena kekuatannya, tetapi karena sering jatuh. Tekanannya adalah "sering". Dan ini soal frekuensi dan intensitas. Bagaimana mungkin Anda bisa hebat berbicara di depan banyak orang, tak malu menghadapi orang, kalau Anda tak sering berlatih berbicara dan menghadapi orang? Caranya hanya satu. Sering berlatih. Sering dan sering. Hanya itu kuncinya. Kalau sudah demikian, Anda sudah "membunuh" rasa malu Anda.

Abis meraktekin ini semua,
anda tak lagi jadi pemalu, tapi justru jadi malu-maluin